kli1_b

Kiprah Mahasiswa Prodi Komunikasi UTM

 

Membuka Akses Warga Kepulauan

Melalui Dokumentari Film, Inisiasi Media Warga

& Melatih Citizen Journalism

 

Suka Duka Membuat Dokumentasi Kepulauan Terpencil

“Alat Dokumentasi Rusak, Ombak Hampir Menengelamkan Perahu”

Suka duka perjuangan mahasiswa komunikasi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) membuat dokumentari di kepulauan terpencil kawasan Timur Madura menjadi catatan perjalanan yang sulit dilupakan. Tim Cindicat Picture Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi tidak membayangkan bahwa perjalanan mereka akan menyisakan perasaan campur baur antara sedih dan gembira. ”Kami sampai tidak membayangkan kalau ada masyarakat Jawa Timur yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan dasar dan fasilitas kesehatan, kami betul-betul prihatin”ujar Badri Setiawan, mahasiswa komunikasi UTM.

Selama seminggu tim mahasiswa ikom yang mbonek dengan biaya mandiri ini menyewa perahu rakyat dengan minim fasilitas, membawa peralatan tenda dan juga genset. ”Perahu kami hampir tenggelam, semua berdoa atas keselamatan kami, anggota tim cewek juga histeris. Begitu sampai dilokasi tenda kami dihempas angin laut sehingga berantakan, genset dan semua peralatan dokumentasi kita rusak, tetapi semua sebanding dengan hasil yang kami dapatkan untuk memotret dan mengkabarkan warga kepulauan melalui film dokumenter ini” papar Ramdani, mahasiswa komunikasi yang juga berasal dari kepulauan Timur Madura. Perjalanan ini menjadi titik awal perjuangan kami agar masyarakat kepulauan juga diperhatikan.

 

Perjalanan menuju pulau Gili Labek ini menjadi pengalaman pertama para crew Cindicat Pictures. Dari lima belas anggota yang berangkat mayoritas bagi mereka adalah pertama kalinya melakukan perjalanan dengan naik perahu etek, di tambah dengan cuaca alam yang tidak bersahabat dengan mereka. Pada mulanya rasa senang dalam kobaran semangat ketika bentuk pulau yang akan di ekspose ini terlihat dari bibir batas daratan pulau Talango . Namun, setelah sampai di tengah-tengah laut tiba-tiba langit menghitam, angin berhembus semakin kencang yang membuat Crew mulai panik. “Hujan lebat menjadikan semua menjadi gelap dan tidak terlihat apapun disekeliling. Kita merasa berada di tengah laut sendirian di tambah dengan ombak besar dan tinggi terus menerus menghantam perahu kami, membuat semua Crew hanya terdiam menahan dingin dan ketakutan serta berdo’a hampir selama 45 menit hingga hujan mereda. Namun rasa panik, cemas dan takut itu terbayar ketika pertama kalinya kami menginjakan kaki di pulau Gili Labeg yang indah dengan pasir putih, air laut yang jernih, dan pepohonan yang masih rimbun serta kesedarhanaan kehidupan masyarakat disana” papar Sulaiman crew cindicat.

Problem yang harus di hadapi pun muncul kembali saat beranjak malam. Ternyata di balik keeksotisan pulau Gili Labak, pulau ini belum memiliki fasilitas listrik. Crew Cindicat Pictures mengalami kesulitan dalam pengambilan gambar sebab disini mereka bergantung pada alat elektronik Camera DSLR yang membutuhkan energy baterai. “Tidak adanya listrik ini membuat empat dari kamera kami rusak akibat meletusnya jenset, tentunya ini sangat merugikan dan membuat proses pengambilan gambar atau momen jadi terhambat, dan mempengaruhi hasil gambar. Apalagi banyak take yang harus diambil malam hari saat mereka istirahat dari melaut. Kami menggunakan alat seadanya dan bersikukuh untuk melanjutkan walau dengan keterbatasan alat dan di hadang dengan banyaknya permasalahan teknis” tambah Masruri. Selama dua hari dua malam inilah pengambilan gambar film documenter di kerjakan di pulau gili labeg oleh Crew Cindicat Pictures yang memberikan kesan Di balik panorama dan segala keindahan Pulau gili labak menyimpan segudang permasalahan yang harus di selesaikan, dan di balik sebuah Nama ada cerita yang jangan terlupakan.

 

Membuka Akses Melalui Jurnalisme Warga dan Media Radio Komunitas

Wilayah Kepulauan Timur Madura menyimpan potensi alam yang indah dan potensial. Bahkan, jika dikembangkan secara profesional wilayah ini menyimpan potensi eco-tourism dengan kandungan oksigen tinggi yang jarang ditemukan di wilayah lain. Hingga saat ini terdapat 126 pulau yang masuk wilayah administratif Kabupaten Sumenep, dan hanya sekitar 60 pulau yang berpenghuni. Kepulauan itu belum tersentuh pembangunan, terkesan telantar. Padahal, jika mau digarap serius, pulau-pulau itu bisa menjadi wisata kepulauan yang menarik. Selama ini, gugusan Kepulauan Timur Madura hanya dilirik investor karena potensi migas, sementara pengembangan potensi yang lain seperti ecotourism, perikanan, budidaya laut, budaya, dan sumber daya manusia yang masih minim.

Program studi Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura memberi perhatian khusus atas keterasingan warga di berbagai pulau tersebut. Salah satunya adalah mengembangkan program membuka mata dan akses melalui media warga. Sebagai tahap awal program pengabdian akan diarahkan untuk melatih jurnalis warga di berbagai wilayah kepulauan tersebut dan dilakukan persiapan pendirian radio komunitas di pulau – pulau kecil kepulauan timur madura. ‘’Kita ingin mengupayakan agar radio-radio komunitas (RAKOM) ada disetiap pulau kecil disana sebagai jaringan komunikasi dan akses warga pada informasi’’ Ujar Rio Kurniawan salah satu aktivis mahasiswa prodi ilmu komunikasi. Selain itu, juga disiapkan desain program siaran yang cocok untuk masyarakat lokal berbasikan potensi lokal sebagai sarana dialog dan partisipasi warga dalam pembangunan masyarakat setempat.

Diharapkan melalui rakom, warga dapat berbagi informasi dan pendapat tentang berbagai kebijakan pemerintah dan program masyarakat. Akhirnya, rakom dapat menjadi ruang publik yang mendorong warga terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan selain menjadi media hiburan warga kepulauan yang selama ini tidak terjangkau siaran radio karena area blankspot. ‘’Semoga masyarakat Kepulauan Timur Madura dapat memiliki media radio sebagai sarana komunikasi antarwarga, ajang akulturasi, antisipasi bencana, mediasi konflik sekaligus memecah keterasingan warga dari pulau yang lain. Pemprov Jatim harus peduli dan tidak menelantarkan potensi pulau-pulau kecil ” tegas Dekan Fisib DR. Moh. Amir Hamzah, SH., MH

Prodi Ilmu komunikasi UTM kini tengah mengembangkan kajian mengenai media radio komunitas yang terjangkau masyarakat melalui laboratorium radio dan tv komunitas.”Murah dan terjangkau oleh masyarakat dilevel menengah ke bawah. Kami ingin media warga ini bisa terjangkau dan masyarakat bawah bisa membuat dan memiliki media radio warga”ujar Dewi Quraisyin, M.Si Kalab Prodi Komunikasi UTM. Selain itu, kami juga menyiapkan modul modul pelatihan untuk jurnalisme warga sehingga kami setiap saat bisa melatih dan mendampingi masyarakat yang membutuhkan pelatihan termasuk masyarakat diwilayah kepulauan.

Prodi Komunikasi UTM Bekali Mahasiswa

Dengan Keterampilan Jurnalisme Warga dan Riset Opini Publik

 

Program studi ilmu komunikasi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) memiliki keunggulan dan muatan lokal yang khas yang bisa membedakan dengan prodi komunikasi di kampus lain. Dua keunggulan lokal itu adalah keterampilan teknis di bidang jurnalisme warga (citizen journalism) dan Riset Opini Publik (RoP). “Kami memberi bekal keterampilan plus untuk mahasiswa yaitu jurnalisme warga dan riset opini publik. Kedua keterampilan itu hingga kini masih jarang dikembangkan oleh kampus lain. Keterampilan tambahan itu akan menjadi pembeda selain keterampilan teknis produksi film, fotografi, periklanan, desain media, dan multimedia yang sudah banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi yang lain” papar Kaprodi Ilmu Komunikasi Surochiem As, S.Sos, M.Si.

Sebagai perti yang mahasiswanya banyak berasal dari kalangan menengah ke bawah, keterampilan tambahan tersebut tidak memerlukan biaya besar yang diharapkan dapat menjadi ciri khas dan keunggulan. “Kami awalnya juga tidak memahami bagaimana membuat riset opini publik dan praktik jurnalisme warga. Kini, kami bisa menguasai bekal teknis tersebut dan membuat kami semakin percaya diri untuk bersaing dengan mahasiswa kampus lain. Kami terlibat langsung dalam riset opini dan komunikasi politik, seperti pemetaan potensi kandidat, manajemen konsultasi politik, desain media kampanye, quick count, dll. Kami juga bisa menjadi reporter lapangan jika ada hal mendesak untuk dilaporkan dan memiliki nilai berita” ujar Asadi Mahasiswa penerima beasiswa bidik misi yang juga menjadi ketua lembaga riset mahasiswa komunikasi UTM.